Rabu, 25 Mei 2011

Harga Minyak Dunia turun

Harga Minyak Dunia Turun
Minggu, 20 Maret 2011 | 07:08 WIB
Besar Kecil Normal
foto

TEMPO/Wahyu Setiawan


TEMPO Interaktif, Jakarta - Harga minyak dunia berangsur turun menyusul sikap pemerintah Libya mengumumkan gencatan senjata dengan penentang Qadhafi. Harga minyak mentah jenis Sweet Crude untuk pengiriman April turun 35 sen dolar menjadi US$ 101,07 per barel dari level tertinggi pekan ini US$ 103,66 per barel.
Berita terkait

* Menkeu: Fiskal Aman Meski Minyak US$ 100 Per Barel
* Minyak Bergejolak, Menkeu Klaim Fiskal Masih Aman
* Timur Tengah Terus Memanas, Harga Minyak Naik Lagi
* Minyak Dunia Memasuki Harga Terendah Dalam Sepekan
* Harga Minyak Dunia Tetap Tinggi, Jepang Tambah Permintaan

Di London, harga minyak mentah jenis Brent untuk pengiriman Mei turun 97 sen dolar menjadi US$ 113,93 per barel, turun cukup tajam dari posisi tertingginya di level US$ 117,29.
Penurunan harga tersebut menunjukkan pasar menanggapi positif langkah pemerintah Libya. Dengan gencatan senjata itu, ada kemungkinan rencana negara-negara Barat melancarkan serangan terhadap Qadhafi batal. Bandar minyak dunia khawatir, jika serangan jadi dilakukan, konflik akan berlarut dan merusak fasilitas pengeboran minyak di negara tersebut.
"Tapi ini bukan berarti kita sudah mendekati resolusi di Libya. Hanya status quo antara pendukung dan penentang Qadhafi," kata analis BNP Paribas, Harry Tchilinguirian, seperti dikutip Reuters kemarin. Tidak ada kepastian kapasitas produksi minyak Libya akan kembali seperti sediakala.
Sementara itu, pemimpin Perusahaan Minyak Nasional Libya, Sukri Ghanem, mengatakan pemerintah mempertimbangkan menawarkan kontrak eksplorasi minyak kepada Cina, India, dan negara lain yang “bersahabat” dengan Qadhafi. Libya juga mengundang perusahaan-perusahaan minyak Barat kembali.
Analis Financorfindo, Helen Vincentya, menilai gencatan senjata di Libya bukan penyebab utama penurunan harga. Menurut dia, harga minyak dunia memang telah turun US$ 2-4 per barel pasca-tsunami Jepang. “Libya hanya faktor lain yang ikut memperkuat penurunan itu,” kata Helen ketika dihubungi Tempo kemarin.
Helen mengatakan penurunan harga minyak bakal terus berlanjut. Prediksinya, harga akan berada di level US$ 80-100 per barel dalam setahun ini. Itu artinya, kekhawatiran pembengkakan subsidi bahan bakar minyak di Indonesia akan berkurang.
Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan kondisi anggaran pendapatan dan belanja negara masih aman meski harga minyak naik hingga US$ 100 per barel. Penguatan nilai tukar rupiah membuat pemerintah bisa sedikit bernapas.
Menurut dia, dalam simulasi anggaran, setiap penguatan nilai tukar rupiah sebesar Rp 100 per US$ 1 akan menghemat anggaran hingga Rp 1,7 triliun. Hingga Maret, nilai tukar rupiah menguat 400 dari asumsi awal 9.200 per dolar AS. “Jika penguatan terus bertahan, anggaran bisa hemat sebesar Rp 6,8 triliun," kata Agus di Jakarta kemarin.
Adapun jika harga minyak mentah Indonesia naik US$ 1 per barel, defisit membengkak Rp 800 miliar, dan defisit Rp 900 miliar untuk penurunan target lifting minyak tiap 5.000 barel per hari. Pemerintah memperkirakan target lifting turun 15 ribu barel per hari menjadi 950 barel, dan ICP rata-rata US$ 86 per barel. Tambahan defisit diperkirakan sebesar Rp 8,4 triliun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar